Silaturahmi

Menyambung silaturahmi adalah menyambung rahmat. Menyambung rahmat adalah menyambung kebaikan plus. Menyambung silaturahmi adalah melakukan kebaikan plus dari satu pihak ke pihak lain yang sebelumnya tidak dilakukan atau terputus.

Dalam konteks menyambung silaturahmi yang sudah putus, pertemuan antara satu pihak dengan pihak lain memang penting. Namun, ia tidak serta merta bernilai silaturahmi. Ia barulah sarana yang berpotensi mengantarkan kita kepada amal silaturahmi. Nilai silaturahminya ditentukan oleh apa yang dilakukan oleh kedua pihak itu kepada yang lain.

Subtansi dari tindakan menyambung silaturahmi yang sudah putus itu sendiri adalah menunaikan secara tulus semua kewajiban kita kepada pihak lain yang sebelumnya kita lalaikan, memberinya kompensasi berupa kebaikan tambahan, apapun bentuknya, atas kelalaian yang telah kita lakukan itu, lalu memohon maaf dan ridhanya.

Berat? Tentu saja. Itulah sebab mengapa Rasulullah saw. menjanjikan akan didapatnya kebaikan besar oleh seorang penyambung silaturahmi. Kebaikan besar itu, antara lain, adalah dilapangkan jalan rezekinya dan dipanjangkan jejak (kebaikan-kebaikan)nya.

Oleh sebab menyambung silaturahmi itu berat, maka rawatlah silaturahmi yang sudah tersambung antara kita dengan pihak lain agar ia tidak sampai putus. Caranya? Berusahalah untuk selalu konsisten menunaikan kewajiban-kewajiban kita kepadanya.

Penting untuk selalu kita ingat bahwa putusnya silaturahmi antara dua pihak selalu diawali oleh adanya salah satu pihak yang tidak menunaikan kewajibannya kepada yang lain.

Pribadi-pribadi yang selalu berusaha untuk konsisten menunaikan kewajiban-kewajibannya inilah yang disebut dengan pribadi yang “āmin”, pribadi yang pada dirinya terbangun karakter amanah.

Wallāhu a’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *