Dalam bahasa Arab, ada dua kosa kata yang tersusun dari huruf yang sama dan dalam urutan yang sama, namun dibaca berbeda, yaitu “birkah” dan “barakah”. Walau dibaca berbeda, kedua kata ini sama-sama merupakan turunan dari akar kata “baraka-yabruku” yang artinya “berdiam”, “menetap”, atau “menggenang”.
“Birkah” berarti “kolam” atau “kambing perah”, sedangkan “barakah” berarti “kebajikan ilahi yang bersifat menetap” (tsubūtul khayril ilāhī).
Disebut “birkah” (kolam, kambing perah) karena ada yang menggenang dan menetap di sana, yaitu air di dalam kolam itu atau susu di dalam tubuh kambing perah itu. Tak disebut “kolam” jika tak ada air di dalamnya. Tak disebut “kambing perah” jika tak ada susu pada dirinya.
Adapun “barakah”, ia disebut demikian karena, juga, ada yang berdiam, menetap, dan menggenang di sana. Apakah itu? Itulah dia kebaikan-kebaikan yang bersumber langsung dari Allah yang bersifat menetap dan permanen.
Maka…
Mari, menyucikan hati, pikiran, dan seluruh prilaku kita dari anasir anasir buruk dan energi-energi negatif setan. Lakukan itu dengan cara memperbanyak istigfar atas segala dosa seraya menunaikan seluruh hak-hak sesama makhluk yang masih kita tahan atau meminta ridha mereka.
Bayarlah utang-utang kita yang masih enggan kita lunasi. Kembalikanlah barang-barang pinjaman yang pemiliknya masih menanti-nanti. Tunaikanlah janji-janji yang belum kunjung ditepati. Laksanakanlah kewajiban-kewajiban yang pelaksanaanya kita ingkari. Mohon maaflah atas ucapan-ucapan yang meninggalkan luka hati.
Dengan begitu, kebaikan-kebaikan ilahi yang mendiami, menetapi, dan menggenangi seluruh bagian ruang alam semesta, di hari Jum’at yang diberkahi ini, tak terhalang untuk dapat turut pula menggenangi diri kita semua.
(Iqbal Harafa)