DEWA DEWA MASYARAKAT IRAK KUNO
Sejatinya, anak-anak dan keturunan Nah as. adalah para penganut ajaran tauhid. Sebagaimana leluhurnya, mereka beriman dan hanya menyembah Allah Yang Maha Esa, serta menjalankan syariat yang diajarkan oleh Nuh as.. Namun, semakin mengguritanya keturunan serta saling berjauhannya wilayah persebaran membuat hubungan antar mereka pun semakin terputus. Ajaran tauhid yang dibawa oleh Nuh as. pun mulai dilupakan.
Bagian utara Irak adalah wilayah yang dipenuhi oleh hamparan pegunungan. Sambaran kilat dan petir menjadi fenomena alam yang banyak terjadi. Ini adalah sesuatu yang menakutkan bagi orang-orang yang tinggal di wilayah itu, apalagi jika kilat dan petir itu terjadi secara terus menerus.
Ketidakmengertian terhadap apa yang ada di balik fenomena alam yang menakutkan semacam itu menumbuhkan dugaan bahwa petir dan kilat adalah tanda kemarahan dan kemurkaan para dewa. Untuk meredakan kemurkaan mereka, orang-orang pun membuat patung-patung para dewa itu dan menempatnya di puncak-puncak gunung, lalu menyembahnya. Dengan begitu, orang-orang berharap dapat meredakan kemurkaan para dewa itu sehingga malapetaka dapat dihindarkan.
Sikap yang sama mereka tunjukkan pula saat berhadapan dengan fenomena alam menakutkan lainnya, seperti sapuan gulungan besar air, baik karena sebab hujan deras ataupun karena meluapnya sungai-sungai.
Di wilayah selatan Irak, langit cenderung lebih cerah. Awan jarang ditemukan awan dan mendung jarang terjadi, apalagi kilat dan petir. Setiap orang dapat menatap benda-benda langit dengan leluasa, lalu mengetahui hubungan antara benda-benda langit itu dengan cuaca yang berganti-ganti: musim panas, musim dingin, atau musim hujan. Mereka menduga bahwa bintang-bintanglah yang menyebabkan munculnya musim-musim itu. Benda-benda langit atau bintang-bintang itupun mereka sembah.
Bulan disembah ketika benda langit itu berada di puncak kesempurnaan cahayanya, bulan purnama. Di kota Uruk, terdapat sebuah kuil bernama al-Ma’bad al-Abyadh (Kuil Putih) yang khusus dipergunakan untuk menyembah bulan. Matahari, karena hawa hangat dan panas yang dipancarkannya, menjadi benda langit yang juga diposisikan sebagai dewa, lalu disembah. Demikian pula bintang-bintang lainnya.
Demikianlah, semua fenomena alam itu menggiring orang-orang di wilayah Irak kuno menghadirkan bermacam sosok dewa, dewa-dewa besar. Dewa-dewa itu mereka hadirkan wujud pisiknya dalam bentuk berbagai macam patung besar dan memperlakukan mereka sebagai sosok-sosok yang hidup sebagaimana layaknya manusia; menikah, melahirkan, berperang, atau bersengketa. Di samping dewa-dewa besar itu, dihadirkan pula sosok-sosok dewa kecil yang mereka nilai suci dan diposisikan sebagai wakil dari para dewa besar. Dewa-dewa kecil ini menjadi perantara yang akan menyampaikan harapan mereka kepada dewa-dewa besar.
Para dewa besar itu, adakalanya, mereka gambarkan sebagai sosok-sosok berwujud hewan atau unggas. Dewa Nin Jarsu, misalnya, dilambangkan di kuil penyembahannya sebagai seekor burung berkepala singa yang sedang mencabik-cabik mangsa dengan kedua sayapnya.
Dari waktu ke waktu, jumlah dewa-dewa itu semakin berlipat-lipat dan praktek penyembahannya menyebar ke berbagai wilayah melalui jalan pergerakan para kafilah dagang atau melalui jalan peperangan dan penaklukkan. Ketika suatu peperangan terjadi, maka pemenang perang akan mewajibkan pihak yang dikalahkan untuk menyembah dewa-dewa mereka.
Nama dewa-dewa itu seringkali berbeda-beda sesuai dengan tempat penyembahannya. Banyaknya jumlah mereka, ditambah dengan bermacam-macamnya nama mereka masing-masing, menjadi sebab sulitnya menyebutkan secara rinci semua sesembahan itu. Namun, secara umum, dewa-dewa sesembahan orang-orang Irak Kuno dapat dikelompokkan sebagai berikut:
- Dewa-dewa alam. Termasuk dalam kelompok ini adalah:
- Dewa Langit, yaitu An, Anu, atau Unu;
- Dewa Bumi, yaitu Inlil atau Illil;
- Dewa Air, yaitu Inka atau Aya;
- Dewa alam bawah, yaitu Narjal.
- Dewa-dewa astro. Yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok ini adalah:
- Dewa bulan, yaitu Sin;
- Dewa matahari, yaitu Syamsy;
- Dewa Venus atau dewa perdamaian dan peperangan, yaitu Asytar.
- Dewa-dewa prilaku alam. Yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok ini adalah:
- Dewa petir, yaitu Isyku atau Adad;
- Dewa badai, yaitu Nīnūrtã atau Nanjarsū;
- Dewa api, yaitu Jībal, Nusku, atau Isyum;
- Dewa sungai, aliran air, atau saluran-saluran air, yaitu Nahrur (dewa berjenis laki-laki) dan Nanasi (dewa berjenis perempuan).
- Dewa-dewa kesuburan, makanan, dan minuman, yaitu Damuza, Jasyzida, Nisaba, dan Isynan atau Izinu.
- Dewa-dewa wilayah, yaitu Marduk (dewa negeri Babel), Nabu, dan Asyur (dewa negeri Asur).
—–
Ditulis oleh: Iqbal Harafa
Dihimpun dan Disarikan dari (1) Ibrāhīm Abū al-Anbiyā, karya ‘Abbās Mahmud al-‘Aqqād; (2) Dirāsāt Tārīkhiyyah min al-Qur’ān al-Karīm, karya Muhammad Bayūmī Mahrān; (3) Dirāsāt fī Tārīkh ay-Syarq al-Adnā al-Qadīm, Muhammad Bayūmī Mahrān; (4) Mishr wa al-Syarq al-Adabī al-Qadīm, karya ‘Abdul ‘Azīz Shālih; (5) Min I’jāz al-Qur’ān, karya Ra’ūf Abū Sa’dah; (6) Arā’is al-Majālis, karya Abū Ishāq ats-Tsa’labī; (7) Muhammad Rasulullāh wa al-ladzīna Ma’ahū, karya ‘Abdul Hamīd Jaudah as-Sahhār.
—–