Nabi Ibrahim as. (17)

SILSILAH NABI IBRAHIM AS.

Ibrahim as. adalah keturunan kesepuluh dari Nuh as. yang lahir melalui Sam. Silsilah lengkapnya adalah Ibrahim as. Bin Tarih, atau Azar, Bin Nahur Bin Saruj Bin Rau Bin Falij Bin Abir Bin Syalih Bin Arfaksyad (atau Arfakhsyadz) Bin Sam Bin Nuh as.

Dalam Taurat, jalur silsilah dari Ibrahim as. ke Nuh as. serta waktu kelahiran mereka masing-masing diterangkan berikut:

  1. Nuh as. memiliki putra Sam di usia 500 tahun. Total usia Nuh as. adalah 950 tahun.
  2. Sam memiliki putra Arfakhsyad di usia 100 tahun, saat di mana Allah menurunkan azab banjir-topan kepada umat Nuh as. Total usia Sam adalah 600 tahun;
  3. Arfakhsyadz memiliki putra Syalih di usia 135 tahun. Total usia Arfakhsyad adalah 438 tahun.
  4. Syalih memiliki putra Abir di usia 30 tahun. Total usia Syalih adalah 443 tahun.
  5. Abir memiliki putra Falij di usia 34 tahun. Total usia Abir adalah 464 tahun.
  6. Falij memiliki putra Ra’u di usia 30 tahun. Total usia Falij 239 tahun.
  7. Ra’u memiliki putra Saruj di usia 32 tahun. Total usia Ra’u adalah 239 tahun.
  8. Saruj memiliki putra Nahur di usia 30 tahun. Total usia Saruj adalah 230 tahun.
  9. Nahur memiliki putra Tarih di usia 29 tahun. Total usia Nahur adalah 148 tahun.
  10. Tarih memiliki putra Abram di usia 70 tahun. Total usia Tarih adalah 205 tahun.

Rusydi al-Badrawi berpandangan bahwa tahun-tahun yang disebutkan Taurat, sebagaimana diuraikan di atas, bukanlah tahun-tahun yang sebenarnya. Itu karena kajian-kajian tentang sejarah manusia di wilayah Irak menunjukkan bahwa antara era pasca banjir-topan di masa Nuh as., zaman batu,  zaman besi, zaman perbudakan, hingga ke zaman kekuasaan dinasti-dinasti para raja, terbentang jarak waktu sekitar 1500-2000 tahun. Jika hasil kajian yang diuraikan terakhir ini menjadi pegangan, maka Ibrahim as. lahir pada sekitar 1500 tahun setelah banjir-topan di masa Nuh as. tersebut.

Taurat menyebut Ibrahim as. dengan nama Abrām. Diterangkan bahwa abrām berasal dari kata ab dan rām yang artinya ayah yang luhur. Lalu, nama itu diubah menjadi Abrāhām.

Kitab Kejadian, Pasal 17, menceritakan:

Ketika Abram berumur sembilan puluh sembilan tahun, maka TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman kepadanya: “Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela. Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau, dan Aku akan membuat engkau sangat banyak.  Lalu sujudlah Abram, dan Allah berfirman kepadanya: “Dari pihak-Ku, inilah perjanjian-Ku dengan engkau: Engkau akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. Karena itu namamu bukan lagi Abram, melainkan Abraham, karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapa sejumlah besar bangsa.”

Para penulis Taurat mengatakan bahwa Ibrāhām sendiri berasal dari kata ab, rāb, dan hām, yang masing-masing berarti ayah, banyak, dan sebagian besar, atau ayah bagi sebagian besar manusia.

Ra’uf Abu Sa’dah, sebagaimana diuraikannya dalam I’jāz al-Qur’ān (Juz I, hal. 269), berpandangan bahwa kata rāb lebih tepat diartikan dengan kepala, guru, atau pemimpin. Pengertian itu lebih sesuai dengan firman Allah swt. berikut ini:

وَاِذِ ابْتَلٰٓى اِبْرٰهٖمَ رَبُّهٗ بِكَلِمٰتٍ فَاَتَمَّهُنَّ ۗ قَالَ اِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ اِمَامًا ۗ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ ۗ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِى الظّٰلِمِيْنَ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim  diuji Tuhan Pemeliharanya dengan beberapa kalimat, maka dia (Ibrahim as.) menunaikannya. Dia berfirman: “Sesungguhnya aku hendak menjadikanmu imam (pemimpin dan teladan) bagi (seluruh) manusia.” (Ibrahim as.) berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku.” Dia berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mendapatkan orang-orang zalim”, (Al-Baqarah: 124).

Selanjutnya, para ulama berbeda pendapat tentang siapa nama ibu Ibrahim as. Menurut al-Khathib al-Baghdadi, namanya adalah Ahilah. Menurut Muhammad Mutawwali asy-Sya’rawi, namanya adalah Amilah. Ada pula sumber lain yang menyebutkan bahwa nama ibunya adalah Buna Binti Karibta Binti Kurtsi.

—–

Ditulis oleh: Iqbal Harafa

Dihimpun dan Disarikan dari (1) Ibrāhīm Abū al-Anbiyā, karya ‘Abbās Mahmud al-‘Aqqād; (2) Dirāsāt Tārīkhiyyah min al-Qur’ān al-Karīm, karya Muhammad Bayūmī Mahrān; (3) Dirāsāt fī Tārīkh ay-Syarq al-Adnā al-Qadīm, Muhammad Bayūmī Mahrān; (4) Mishr wa al-Syarq al-Adabī al-Qadīm, karya ‘Abdul ‘Azīz Shālih; (5) Min I’jāz al-Qur’ān, karya Ra’ūf Abū Sa’dah; (6) Arā’is al-Majālis, karya Abū Ishāq ats-Tsa’labī; (7) Muhammad Rasulullāh wa al-ladzīna Ma’ahū, karya ‘Abdul Hamīd Jaudah as-Sahhār.

—–

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *