Laylatul Qadr

PGERTIAN LAYLATUL QADR

Salah satu yang biasa ditunggu oleh umat Islam di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan adalah kehadiran Laylatul Qadr.

Arti “laylatul qadr”, secara bahasa, adalah “malam kemuliaan” (laylatut tasyrīf). Ia dapat pula berarti “malam keagungan” (laylatut ta’zhīm), “malam ketentuan” (laylatul qadhā) atau “malam penyempitan” (laylatut tadhyīq).

Disebut “Malam Kemuliaan” atau “Malam Keagungan” karena Allah swt., pada malam itu, menurunkan al-Qur’an disertai dengan turunnya pula para malaikat. Allah swt. pun menurunkan keberkahan, rahmat, dan ampunan. Orang yang menghidupkan malam itu (dengan beribadah) akan meraih kemuliaan.

Disebut “Malam Penetapan” karena para malaikat, di malam itu, menuliskan rezeki, ajal, dan sebagainya yang akan terjadi di tahun itu berdasarkan perintah Allah swt.

Disebut “Malam Penyempitan” karena Allah swt., di malam itu, menyembunyikan bentuk-bentuk nyata rizki dari pengetahuan manusia. Itu karena maksud “penyempitan” (tadhyīq) adalah “ikhfā” (penyembunyian). Disebut juga sebagai “Malam Penyempitan” karena bumi, pada malam itu, dipadati dan disesaki oleh para malaikat.

KEUTAMAAN LAYLATUL QADR

Para ulama sepakat bahwa Laylatul Qadr adalah malam yang paling utama dari semua malam lainnya. Amal saleh di malam itu menjadi amal saleh yang lebih baik dari seribu bulan yang di dalamnya tak ada Laylatul Qadr.

Laylatul Qadr adalah malam yang diberkahi. Di malam itu, dijelaskanlah setiap urusan yang penuh hikmah.

Para malaikat, juga Malaikat Jibril as., turun dari setiap langit dan dari Sidratul Muntahā ke bumi untuk mengamini doa-doa manusia hingga ke waktu fajar. Mereka turun, atas perintah Allah, membawa rahmat, qadr, dan qadha Allah di tahun itu hingga ke Laylatul Qadr berikutnya.

Seluruh bagian malam Laylatul Qadr penuh dengan kedamaian dan kebaikan. Tak ada sedikitpun keburukan di malam itu hingga fajar terbit. Di malam itu, Allah tidak menakdirkan selain kedamaian sementara di malam-malam lain Allah menakdirkan aneka balā dan kedamaian sekaligus. Di malam itu pula setan takkan mampu melakukan keburukan dan menimpakan keburukan.

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍۙ اَمْرًا مِّنْ عِنْدِنَاۗ اِنَّا كُنَّا مُرْسِلِيْنَۖ

“Sesungguhnya Kami (mulai) menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi (Lailat al-Qadr). Sesungguhnya Kami adalah para pemberi peringatan. Di dalamnya (yakni di malam itu) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah”, (QS. Ad-Dukhān, 44:3-5).

اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ࣖ

“Sesungguhnya Kami (melalui Malaikat Jibril as.) telah (mulai) menurunkannya (al-Qur’an) pada malam Lailat al-Qadr (malam kemuliaan). Dan apakah yang menjadikanmu tahu apakah Lailat al-Qadr (malam kemuliaan)? Lailat al-Qadr lebih baik dari seribu bulan. Turun para malaikat dan Rūh (Malaikat Jibril as.) padanya (yakni pada malam itu) dengan seizin Tuhan Pemelihara mereka untuk mengatur segala urusan. Salam (kedamaian yang agung dan besar) ia sampai terbitnya fajar”, (QS. Al-Qadr, 97:1-5).

MENGHIDUPKAN LAYLATUL QADR

Para ulama menyepakati kesunnahan menghidupkan Laylatul Qadr karena itulah yang dilakukan oleh Rasulullah saw.

Abū Sa’īd al-Khudrī ra. menuturkan:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَاوَرَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ، (رَوَاهُ الْبُخَارِي وَمُسْلِمٌ).

“Bahwa Rasulullah saw. beri’tikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhān”, (HR. Al-Bukhārī).
‘Āisyah ra. menuturkan:

كَانَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرَ، أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَشَدَّ الْمْئْزَرَ، (رَوَاهُ الْبُخَارِي وَمُسْلِمٌ).

“Rasulullah saw., jika masuk ke sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan), menghidupkan malam (dengan beribadah), membangunkan keluarga beliau, dan mengencangkan kain”, (HR. Al-Bukhāri dan Muslim).

Rasulullah saw. sendiri bersabda:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، (رَوَاهُ الْبُخَارِي).

“Barang siapa menghidupkan Lailat al-Qadr karena iman dan kerena Allah, diampunilah ia apa yang telah berlalu dari dosanya”, (HR. Al-Bukhāri).

Menghidupkan Laylatul Qadr dapat dilakukan dengan shalat, membaca al-Qur’an, dzikir, doa, dan berbagai amal saleh lainnya. Dianjurkan untuk banyak membaca doa berikut:

اللّٰهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي.

WAKTU KEDATANGAN LAYLAH AL-QADR

Para ulama berbeda pendapat tentang waktu kedatangan Laylatul Qadr. Secara umum, pendapat mereka terbagi menjadi 8 (delapan). Kesemua pendapat itu didasarkan kepada dalilnya masing-masing.

(1)

Laylatul Qadr datang di sepuluh hari terakhir Ramadhan, terutama di hari-hari ganjil di sepuluh hari terakhir itu. Yang paling populer adalah laylatul qadr datang di malam ke-27 ramadhan.

(2)

Laylatul Qadr datang bersamaan dengan datangnya Ramadhan. Ia, kadang, datang di malam tertentu, kadang di malam yang tak tertentu. Umumnya, ia datang di malam ke 27 Ramadhan.

(3)

Laylatul Qadr datang di sepuluh hari terakhir ramadhan. Ia datang di malam yang pasti dan tak berubah-ubah, namun tersembunyi dari kita. Demikian hingga hari Kiamat. Setiap malam dari kesepuluh malam terkhir itu bisa saja merupakan Laylatul Qadr. Namun, yang terkuat adalah malam-malam ganjilnya. Yang terkuat dari malam-alam ganjil itu adalah malam ke-21, ke-23, atau ke-27.

(4)

Laylatul Qadr datang di malam pertama bulan Ramadhan.

(5)

Laylatul Qadr terjadi di malam ke-17 bulan Ramadhan.

(6)

Laylatul Qadr adalah malam yang tersembunyi, namun terjadi di sepuluh malam pertengahan Ramadhan.

(7)

Laylatul Qadr terjadi di malam ke-19 Ramadhan.

(8)

Laylatul Qadr terjadi di 10 malam terakhir Ramadhan namun berpindah-pindah setiap tahun di satu malam ke malam lainnya.

MENDAPATKAN KEUTAMAAN LAYLATUL QADR

Sejumlah ulama berpendapat bahwa keutamaan Laylatul Qadr hanya akan didapat oleh seseorang yang kepadanya Allah menampakkan Laylatul qadr itu. Jika ia yang tak mendapatkan malam itu, maka iapun takkan mendapatkan keutamaannya.

Sejumlah ulama lain berpendapat bahwa “melihat” kehadiran Laylatul Qadr bukanlah syarat bagi diraihnya keutamaan malam itu. Setiap orang dianjurkan untuk beribadah di setiap malam pada 10 hari terakhir Ramadhan hingga ia mendapatkan keutamaan Laylatul Qadr secara meyakinkan.

TANDA-TANDA LAYLATUL QADR

Para ulama berpendapat bahwa Laylatul Qadr memiliki sejumlah tanda yang dapat dilihat oleh orang-orang yang dikehendaki Allah. Berbagai hadits, khabar, dan riwayat-riwayat orang-orang saleh telah menunjukkan hal itu.

‘Ubadah bin Shāmit ra., misalnya, menuturkan bahwa:

إِنَّهَا صَافِيَةٌ بَلْجَةٌ كَأَنَّ فِيْهَا قَمَرًا سَاطِعًا سَاكِنَةً سَاجِيَةً، لَا بَرْدَ فِيْهَا وَلَا حَرَّ، وَلَا يَحِلُّ لِكَوْكَبٍ أَنْ يُرْمَى بِهِ فِيْهَا حَتَّى تَصْبَحَ، وَأَنَّ مِنْ أَمَارَتِهَا أَنَّ الشَّمْسَ صَبِيْحَتَهَا تَخْرُجُ مُسْتَوِيَةً لَيْسَ لَهَا شُعَاعٌ مِثْلَ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، وَلَا يَحِلُّ لِلشَّيْطَانِ أَنْ يَخْرُجَ مَعَهَا يَوْمَئِذٍ، (رَوَاهُ أَحْمَدُ).

“Ia (yakni Laylatul Qadr) adalah malam yang jernih dan cemerlang. Bulan, seolah-olah, bersinar terang. Ia pun adalah malah yang tenang, lagi hening. Tak ada (hawa) dingin di malam itu, tidak pula (hawa) panas. Bintang-bintang, di malam itu, tak dapat dienyahkan. Di antara tanda lainnya adalah matahari, di pagi harinya, bersinar sedang dan redup seolah bulan di malam purnama. Setan, ketika itu, tak dapat keluar”, (HR. Ahmad).

Ubay Bin Ka’ab ra. menuturkan dari Nabi saw. bahwa:
إِنَّ الشَّمْسَ تَطْلُعُ يَوْمَئِذٍ لَا شُعَاعَ لَهَا، (رَوَاهُ مُسْلِمٌ).

“Matahari, ketika itu, sungguh, akan terbit dengan redup”, (HR. Muslim).

Ibn Mas’ūd ra. menuturkan pula bahwa:
أَنَّ الشَّمْسَ تَطْلُعُ كُلَّ يَوْمٍ يَيْنَ قَرْنَي الشَّيْطَانِ إِلَّا صَبِيْحَةَ لَيْلَةِ الْقَدْرِ، (رَوَاهُ ابْنُ أَبِي شَيْبَةٍ).

“Matahari, setiap hari, terbit di antara dua tanduk setan kecuali di pagi hari Laylatul Qadr”, (HR. Ibn Abi Syaybah).

MERAHASIAKAN PERTEMUAN DENGAN LAYLATUL QADR

Para ulama sepakat bahwa seseorang yang telah melihat Laylatul Qadr disunnahkan untuk merahasiakannya.

Hikmah dari perahasiaan itu, seperti diterangkan oleh Ibn Hajar, adalah karena melihat Laylatul Qadr, berdasarkan kesepakatan bulat para ahlut tharīq, adalah satu kemuliaan yang sepatutnya dirahasiakan. Tindakan merenggutnya, juga bersikap riya, bukanlah tindakan yang akan menjaga kemuliaan itu. Melihat Laytaul Qadr lalu menceritakannya kepada orang banyak, dari sisi adab, juga bukanlah bagian dari tindakan bersyukur kepada Allah.

Di dalam al-Qur’ān, Allah swt. menuturkan ucapan Nabi Ya’kub as. berikut:

قَالَ يٰبُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُءْيَاكَ عَلٰٓى اِخْوَتِكَ فَيَكِيْدُوْا لَكَ كَيْدًا ۗاِنَّ الشَّيْطٰنَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

“(Ayahnya) berkata: “Wahai anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu, karena mereka akan membuat tipu daya besar terhadapmu. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia”, (QS. Yusuf:5).

Wallāhu a’lam.

———-

Disarikan oleh Iqbal Harafa dari al-Mawsū’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaytiyyah.

———-

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *